Perjuangan Dewi Sartika Mengangkat Derajat Wanita, Dirikan Sekolah Hingga Akhirnya Dibubarkan Jepang

0
Istimewa.


DOLOE,bangnoer.my.id - Para anak anak perempuan saat itu sekitar tahun 1900 san masih di pandang rendah. Prihatin melihat kondisi itu seorang wanita asal Cicalengka, Bandung berjuang untuk merubah pandangan itu dan ingin mengangkat derajat wanita.


Untuk mewujudkan itu,  wanita kelahiran 4 Desember 1884 bernama Dewi Sartika mendirikan Sakola Isteri (Sekolah Perempuan) pada tanggal 16 Januari 1904.


Di usianya yang masih sangat muda seekitar 19 atau 20 tahun, Dewi sangat gigih mendirikan sebuah sekolah Sakola Istri. Saat itu ia dibantu oleh C. Den Hammer dan R.A.A.Martanegra. 


Tempat sekolah/belajar saat itu bertempat di ruang Paseban kabupaten tepatnya disudut sebelah Barat Pendopo Bupati Bandung.


Awalnya sekolah itu hanya memiliki dua puluh orang murid. Disekolah ini, mereka di ajarkan berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam, serta pelajaran agama.


Seiring berjalanya waktu, yakni pada  tahun 1905, saloka Istri pindah ke Jalan Ciguriang dan sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat belajar. 


Semakin hari jumlah pengajar pun ditambah untuk mengimbangi jumlah muridnya. Pada tahun 1909, bagunan sekolah diperluas dengan menghadap kea rah Jalan Kebon Cau (Kini menjadi Jalan Kautamaan Istri).


Lalu, pada tahun 1910, sakola Istri berganti nama menjadi Sakola Dewi Sartika dan berganti kembali menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1914. 


Sekolah ini memiliki tujuan fundamental yang sama, tetapi terdapat penambahan materi atau pelajaran yang diajarkan.


Penambahan atau penyempurnaan rencana belajar dimaksudkan agar kelak para wanita yang lulus dari sekolah ini dapat “hidup”.


Tak berhenti disitu saja, Dewi Sartika terus berusaha untuk memberikan pendidikan yang berkualitas. 


Salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mendapatkan guru-guru yang kompeten dibidangnya.


Bahkan ia sampai memanggil Zuster Van Arkel, seorang tenaga ahli dari Rumah Sakit Immanuel, untuk mengajarkan PPPK dan merawat bayi. 


Kesuksesan sekolah ini memberikan inspirasi untuk membuat sekolah yang sama di berbagai daerah di Jawa Barat.


Selain di Bandung, Saloka Kautamaan Istri dapat ditemui di Tasikmalaya, Sumedang, Cianjur, Ciamis, Cicurug. Kuningan, Sukabumi, hingga menyebrang pulau di Padang Panjang.


Sekolahan dibubarkan dan diganti nama


Pada tahun 1942, saat masa penjajahan Jepang, sekolah Dewi Sartika dibubarkan oleh Jepang dan diganti namanya menjadi Sekolah Gadis. 


Pada tahun 1946, saat peristiwa Bandung Lautan Api, gedung sekolah itu pun ikut terbakar. 


Dewi Sartika beserta keluarganya pun meninggalkan Bandung untuk mengungsi ke ciparay, di sebelah tenggara Bandung.


Ia juga sempat berpindah ke Garut, lalu berpindah lagi ke Cineam, daerah pegunungan di selatan Tasikmalaya.


Sementara saat itu kondisi kesehatan Dewi Sartika semakin lemah. Dewi menderita sakit keras sampai akhir hayatnya. 


Dewi Sartika meninggal dunia pada hari Kamis, 11 September 1947. Ia dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Cineam.


Kemudian, jasadnya dipindahkan ke makam para Bupati Bandung di Kepatihan pada tahun 1951.


Dewi Sartika lahir dari keluarga priyai


Beliau lahir sebagai anak kedua dalam keluarga Sunda ternama dari pasangan itu memiliki lima orang anak, yaitu Raden Somamur, Dewi Sartika, Raden Sripamerat, Raden Entis, dan Raden Yunus.


Raden Somanagara merupakan putra dari Raden Demang Suripraja, seorang Hoof Djaksa ( Jaksa kepala ) di Bandung. 


Pada tahun 1891, Raden Somanagara dilantik menjadi patih di Bndung. Lalu, ibunya juga merupakan keturunan Sunda yang terpandang.


Raden Rajapermas merupakan putri dari R.A. Adipati Wiranatakusumah IV seorang Bupati Bandung ( 1846-1874 ).


Sebagai anak yang lahir dari keluarga priayi, Dewi Sartika memiliki privilege untuk mendapatkan pendidikan formal. Beliau mengenyam pendidikan di sekolah kelas satu untuk penduduk non-eropa, yakni Eerste Klasse School (EKS). Sekolah ini kelak menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS).


Namum, Dewi tidak sempat menyelesaikan pendididkan lantaran ayahnya diasingkan ke Ternate pada Tahun 189 hingga ayahnya wafat di sana. Harta bendanya pun turut di sita. 


Hal ini dipicu oleh tuduhan teerhadap ayahnya yang terlibat dalam sabotase acara pacuan kuda di Tegellega, Bandung, untuk mencelakai R.A.A Martanegara selaku bupati yang baru.setelah itu, kehidupan Dewi Sartika harus tergantung pada pamanya, Raden Demang Suria Karta Hadiningrat (kakak kandung ibunya).


Dikutip dari berbagai sumber


Penulis: Muhammad Kuzal Hizar (Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*